Monday 15 December 2008

ON CLINIC WOMAN


Menurut penelitian sekitar 70% perempuan di dunia mengalami kesulitan orgasme. Gangguan seksual pada perempuan ini bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh. Perempuan, apakah single, menikah, bercerai dengan anak atau pun tanpa anak, sedang terlibat dalam suatu hubungan romantis atau tidak, berusia di bawah 30 tahun atau di atas 70 tahun, pada hakikatnya mereka berhak untuk mendapatkan kepuasan emosional menyangkut masalah seksual ini.

Tidak bisa dipungkiri, kepuasan dalam hubungan seksual pada perempuan akan mempengaruhi kondisi psikologisnya sehari-hari bahkan berpengaruh juga pada penampilan fisiknya termasuk juga mencegah penuaan dini. Tingkat stres yang tinggi dapat diobati salah satunya dengan aktifitas dan kepuasan seksual yang sehat.

On Clinic, yang telah hadir di Indonesia sejak tahun 1996 dengan dedikasi dan kepedulian tinggi terhadap masalah seksual penduduk Indonesia, saat ini hadir dengan terobosan baru yang khusus mengatasi masalah seksual perempuan.

Aspek Psikologis dari program ini berdasarkan kerja pioneer dari Psikolog ternama dunia W. Masters dan V. Johnson (“Human Sexual Inadequacy”, 1970) dan Psikiatris kenamaan H. Kaplan (“The New Sex Therapy”, 1970).

Master dan Johnson dalam tulisannya membagi respon seksual perempuan (juga laki-laki) dalam 4 tahap:

  1. Tahap Excitement (Gairah/Terangsang)
  2. Tahap Plateau
  3. Tahap Orgasme
  4. Tahap Resolusi


The normal female sexual response. (Adapted from Masters WH, Johnson VE. Human sexual response. Boston, MA: Little, Brown, 1966)

Pada perempuan, tahap pertama ditandai dengan bertransformasinya vagina menjadi lebih longgar dan lebih basah, sehingga memudahkan proses penetrasi penis. Respon puncaknya, seperti laki-laki, ditandai dengan orgasmus. Hal ini merupakan sebuah fase beruntun dari refleks yang ditandai dengan kontraksi ritmik involunter vagina. Banyak perempuan melaporkan bahwa mereka merasakan kombinasi sensasi vaginal dan klitoral pada fase orgasmus. Tetapi lebih banyak lagi perempuan yang hanya menikmati stimulasi klitoral, atau yang lebih dikenal dengan orgasme klitoris.

Pentingnya Mengetahui Anatomi Organ Seksual Perempuan


Selama melakukan hubungan seksual (intercourse), gerakan penis keluar masuk vagina secara efektif dapat menimbulkan ritme tarikan mekanik pada labia minora sehingga menstimulasi pula organ klitoris melalui gerakan “clitoral hood”nya.

Banyak pasangan mengabaikan aspek penting dari anatomi ini. Tidak sedikit perempuan, khususnya perempuan muda yang merasa malu dan bersalah untuk mengeksplorasi dan bereksperimen dengan organ miliknya. Padahal sesungguhnya perempuan muda lah yang membutuhkan stimulasi lebih tinggi dengan tingkat sensitivitas tinggi pula dari pasangannya untuk mencapai tahap “arousal” atau “full flower”.

Sering terjadi dimana banyak laki-laki datang untuk berobat dengan keluhan pasangan perempuannya kurang responsif atau menurunnya frekuensi seksual mereka. Ternyata diketahui bahwa keluhan ini terjadi karena ketidaktahuan laki-laki terhadap letak area sensitif pasangan perempuannya, sehingga di kemudian hari menimbulkan keengganan dari pasangan perempuan untuk melakukan hubungan seksual yang dianggapnya tidak memuaskan dirinya. Di sisi lain perempuan memiliki kondisi psikologis dimana ia malu untuk mengakui atau mencari tahu alasan ketidakpuasannya. Dengan kata lain, masalah sederhana menjadi kompleks dikarenakan pasangan tersebut tidak berhasil mengkomunikasikan dengan baik kondisi seksual mereka, atau gagal mempelajari dengan serius eksplorasi area sensitif organ perempuan.

Pengaruh Psikologis Perempuan

Didunia ini, perempuan sering sekali berada pada posisi marginal, inferior dan terbelakang. Dalam masalah seksual pun, perempuan secara turun temurun terkondisi untuk “nrimo” bahwa seks hanya sebatas bagaimana caranya memuaskan pasangan. Hal-hal lain yang menjadi sifat dasar perempuan dalam menyikapi hasrat seksualnya, adalah rasa malu dan bersalah, yang lebih lanjut akan membawanya pada sikap menghindar.

Banyak perempuan mengalami konflik dan merasa bersalah dengan hasrat seksual mereka, sehingga secara sengaja menolak pasangannya dalam bercumbu, atau berespon sangat minimal pada saat berhubungan. Ketidakpercayaan diri terhadap tubuh mereka atau rasa tidak nyaman juga dapat membawa perempuan pada respon yang sama. Mereka bisa menolak atau mendorong tangan pasangannya ketika hendak mencium buah dadanya atau memeras bokongnya. Terkadang mereka juga dengan segera, setelah merasa bergairah, meminta pasangan untuk segera menyudahi cumbuan dengan melakukan penetrasi tanpa sebelumnya mencapai tahap “arousal” yang memadai.

Kecemasan pada perempuan ini akan sangat mengganggu dirinya untuk mencapai klimaks seperti yang diharapkan. Perasaan-perasaan seperti:

  • “Saya harus cepat, dan harus terlihat puas, supaya ia tidak kecewa”
  • “Buah dadaku tidak cukup besar dan menarik untuknya”
  • “Aku malu untuk memintanya melakukan oral seks padaku” dll, pada prinsipnya adalah perasaan-perasaan yang akan memperparah kondisi psikologis perempuan.

Aspek Penting Komunikasi dengan Pasangan

Berusaha menjadi “lover” yang efektif untuk seseorang tanpa mengkomunikasikan dengan baik keinginan masing-masing, adalah seperti berusaha menembak target dengan mata tertutup. Untuk itu komunikasi yang baik & terbuka antar partner seksual akan sangat membantu dalam proses mencapai kepuasan seksual yang diharapkan.

Seorang perempuan dengan gangguan orgasme minimal pun, harus bisa menghadapi rasa takut untuk “meminta haknya” pada pasangan. Dengan cerdas dan lugas dia harus berani membicarakan “apa yang ia mau”. Tidak sedikit perempuan yang malu hanya untuk meminta pasangannya melakukan “foreplay” atau perangsangan lebih lama. Hal ini dikarenakan dengan meminta dirangsang lebih lama, perempuan merasa takut bahwa pasangannya akan melihat hal tersebut sebagai kekurangan dirinya. Padahal,hampir semua perempuan memang membutuhkan perangsangan lebih lama dan mayoritas menikmati fase “foreplay” ini. Yang pasti bahwa hampir mustahil perempuan akan mencapai orgasme tanpa sebelumnya merasakan gairah atau rangsangan yang cukup.

Hal-hal seperti inilah yang perlu dibicarakan kepada pasangan. Bila perempuan memilih diam, pasangannya akan berpikir bahwa semua baik-baik saja. Pasangan menjadi tidak peduli dengan keinginan perempuan. Padahal, bila perempuan menjalin komunikasi dan membicarakan secara mesra hal-hal yang menurutnya dapat membantu ia mencapai kepuasan, maka tentunya pasangan akan dengan senang hati membantu, dan proses bahu membahu ini akan lebih membuat hubungan yang sehat antar partner seksual.

Metode Seksual pada Kondisi Khusus

  1. Pada Perempuan yang sulit terangsang (Sexual Arousal Disorders)

Diagnosa ini ditegakkan bila terdapat gejala berulang atau berkelanjutan dari:

(i) gagalnya perempuan untuk mendapatkan atau mempertahankan respon lubrikasi (basah) atau respon “swelling” (area seks menjadi lebih banyak dialiri darah)

(ii) kurangnya rasa subjektif dalam merasakan gairah pada aktifitas seksual.

Pelatihan : The Sensate Focus (Fokus Sensasi)

(a) Tehnik 1 (PEMANASAN) :

Kedua pasangan menyiapkan diri di atas tempat tidur. Menanggalkan pakaian, mandi, kemudian relaksasi. Perempuan tengkurap pada perutnya, sedang sang laki-laki mulai meremas belakang tubuhnya dengan lembut dan sensitif. Gerakan tangan dimulai dari belakang leher, lalu perlahan bergerak ke belakang telinga lalu terus mencari jalan hingga sampai pada bokongnya. Gerakan dilanjutkan dengan lembut dan perlahan ke area tungkai hingga telapak kaki perempuan. Laki-laki dapat menggunakan juga bibirnya, sembari berkonsentrasi pada sensasi rasa saat kulitnya bersentuhan dengan pasangannya. Sedang perempuan, berusaha relaks dan merasakan setiap sensasi yang diberikan pasangannya dengan tenang dan damai. Perempuan harus mengabaikan alam pikirannya di luar sensasi yang ia rasa. Ia harus mampu menghapus rasa khawatir apakah pasangannya letih, jenuh atau tidak menikmati. Satu-satunya pikiran yang boleh ia kembangkan adalah “ia menikmati”. Ini adalah masa buat perempuan membebaskan dirinya untuk menjadi egois. Berhenti menjadi pelayan, penopang, ibu, istri, anak, atau apa pun. Ini adalah saat di mana ia adalah ratu yang sedang mendapatkan pelayanan, ia boleh menjadi egois, pikiran yang semata-mata terpusat pada kepuasan dirinya saja. Selama fase ini, perempuan diharuskan mengkomunikasi perasaannya kepada pasangan, agar laki-laki tahu apa yang dirasakan pasangannya untuk kemudian menimbulkan sinyal positif untuk terus melakukan langkah selanjutnya.

Perempuan harus bisa mengatakan pada laki-laki di area mana yang dirasakannya menyenangkan saat perabaan, dan apakah intensitas perabaannya kurang atau lebih, atau terlalu cepat. Ia harus bisa mengidentifikasi dengan benar bagian dari tubuhnya yang dirasakannya sensitif atau lebih responsif.

Bila dirasakan cukup, laki-laki bisa melanjutkan dengan membalik tubuh perempuannya dan mulai melakukan perabaan kembali di area depan dimulai dari wajah, leher hingga ke ibu jari kaki. Perlu diketahui, pria harus menghindari dulu organ seksual perempuan seperti puting susu, vagina, dan klitoris.

Selanjutnya bila perempuan terlihat jelas terangsang, pasangan dapat melanjutkan dengan pendekatan manipulatif spesifik terhadap eksitasi genital dengan melakukan posisi-posisi tertentu (tehnik berikutnya).

(b) Tehnik 2 (MANIPULASI EKSITASI GENITAL):

Perempuan harus mengindikasikan kesukaan spesifiknya pada stimulasi pasangannya, baik dengan memberikan rabaan halus pada pasangan, maupun dengan bergerak perlahan ke posisi yang diinginkan atau dirasakan lebih menyenangkan.

Juga, laki-laki harus tetap santai dengan secara perlahan meraba buah dada dan puting pasangannya, termasuk juga merangsang mulut vagina dan klitoris.

Menyangkut kepuasan berkaitan dengan tanggungjawab seksual, maka organ perempuan yaitu “klitoris” tidak disentuh langsung. Secara spesifik, manipulasi yang bisa dilakukan adalah dengan meraba secara umum area pubis, khususnya di area tudung klitoris (clitoral hood). Perlu disadari juga bahwa bagian dalam paha dan area labia vagina, adalah area-area sensitif pada kebanyakan perempuan. Untuk itu perempuan harus mampu mengontrol tekanan dan arah dari manipulasi manual pasangannya.

Sebagai alat bantu, laki-laki dianjurkan menggunakan produk lubrikasi dalam melakukan manuver-manuvernya, dari arah vagina ke area sekitar klitoris. Laki-laki tidak dibolehkan menimbulkan semacam gerakan ritmik terputus yang dapat menstimulasi orgasme. Tahap awal dilakukan selama 1-2 hari semata-mata untuk meng-evokasi sensasi kepuasan dan meningkatkan ambang sensasi erotik.

Perempuan pada dasarnya menginginkan tipe stimulasi yang beragam. Beberapa menyukai rabaan, yang lain menyukai sedikit cubitan, yang lain lagi menyukai gerakan berputar, atau ada juga yang menyukai gigitan atau dihisap, dll. Perempuan harus pandai mendiskusikan hal ini, termasuk juga metode alternatif lain yang diinginkan dalam menstimulasi klitoris. Kesukaan, ketidaksukaan, dan masalah yang dialami di masa lalu, dengan hati-hati dibicarakan pada pasangan. Tidak boleh ragu menggunakan jari atau bibir sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap patut.

Dalam tehnik ini, bila laki-laki memang terlihat putus asa dalam memberikan stimulasi seksual, perempuan dapat membantunya orgasme terlebih dahulu, baik secara manual maupun oral, namun tetap dengan syarat bahwa sang perempuan telah mendapatkan permainan genital tanpa paksaan untuk mencapai klimaks.

Tahap selanjutnya setelah 2 tahapan di atas, setelah perempuan dipastikan mengalami peningkatan gairah dan respon, juga merasakan kenyamanan dan kenikmatan yang diharapkan, adalah mulai melakukan intercourse (persetubuhan).

(c) Tehnik 3 (Fase Intercourse) :

Posisi yang direkomendasikan adalah posisi intercourse yang nyaman dan memuaskan bagi kedua belah pihak, baik laki-laki maupun perempuan.

Master dan Johnson menginstruksikan menggunakan posisi “Woman on Top” (perempuan di atas), sedang beberapa klinisi lain lebih menyukai posisi kaki bersilangan “side to side” (menyamping).
One variation of the woman-on-top, face-to-face intercourse position
One variation of the woman-on-top, face-to-face intercourse position

From the book "Masters and Johnson on Sex and Human loving"
Copyright 1982, 1985, 1986 By William H. Masters, M.D.,

Another variation of the woman-on-top, face-to-face intercourse position
Another variation of the woman-on-top, face-to-face intercourse position

From the book "Masters and Johnson on Sex and Human loving"
Copyright 1982, 1985, 1986 By William H. Masters, M.D.,
Virginia E Johnson, and Robert C. Kolodny, M.D.

Side-to-side, face-to-face intercourse position
Side-to-side, face-to-face intercourse position

From the book "Masters and Johnson on Sex and Human loving"
Copyright 1982, 1985, 1986 By William H. Masters, M.D.,
Virginia E Johnson, and Robert C. Kolodny, M.D.

“Thrusting” (gerakan penis dalam mempenetrasi vagina) dilakukan secara perlahan, tanpa tekanan, dengan perempuan memfokuskan perhatiannya pada sensasi fisik di area vagina dan sepenuhnya memegang kontrol dengan melakukan gerakan initial pada “thrusting”. Kontrol ini penting untuk perempuan, karena akan membantu meningkatkan kesadaran terhadap sensasi vagina, sekaligus juga kesadaran akan sensasi sensorik di seluruh tubuhnya. Bila laki-laki ingin segera ejakulasi, sebelum perempuan mencapai kepuasan, maka intercourse dihentikan terlebih dahulu (berpisah). Dalam fase istirahat, setelah laki-laki hilang keinginan untuk ejakulasi, perangsangan dilakukan selama periode/interval tertentu. Pada masa yang dirasakan cukup, dan perempuan belum juga berkeinginan untuk orgasme, intercourse selanjutnya bisa diselesaikan dengan laki-laki berejakulasi sebagai pencapaiannya.

Selanjutnya latihan-latihan di atas dilakukan lagi secara berkala, hingga perempuan mampu mendapatkan gairah yang ia inginkan.

Keuntungan Metode ini:

  1. Perempuan mampu melepaskan diri dari tekanan internal maupun ekternal sehingga mampu menghasilkan respon seksual adekuat dan juga mampu merasakan kesenangan erotis tanpa halangan.
  2. Efektifitas terapeutik dari latihan-latihan di atas datang dari kenyataan bahwa ia mampu secara spesifik meng-evokasi gairah seksual.
  3. Metode ini menimbulkan komunikasi efektif antar pasangan, dimana di sini perempuan dituntut mampu secara jujur menyampaikan respon kesenangan dan kenikmatan kepada pasangan sekaligus juga mengenali bagian-bagian tubuhnya yang sensitif secara seksual.
  1. Pada Perempuan dengan Kegagalan Orgasme

Banyak perempuan mengalami gangguan klimaks/orgasme. Artinya mereka mampu secara adekuat mengalami lubrikasi dan “swelling” vagina, tetapi gagal mencapai “puncak” kenikmatan. Hal ini dalam jangka panjang dapat mengarah pada kelainan somatik termasuk di antaranya nyeri dan chronic pelvic congestion (bendungan kronik pada area panggul).

Ada 3 faktor penting yang perlu diperhatikan dalam masalah ini :

1. Stimulasi klitoris sangat penting dalam menimbulkan orgasme perempuan. Stimulasi vagina, meskipun sangat menyenangkan dan merangsang, namun hanya berkontribusi pada timbulnya reflek orgasmik pada banyak perempuan.

2. Intensitas dari stimulasi klitoral bervariasi tergantung pada bentuk dari aktivitas seksual. Stimulasi fisik yang paling intens adalah dengan manipulasi manual pada klitoris, atau tekanan pada klitoris. Perlu dicatat, ternyata diketahui bahwa intercourse hanya menimbulkan stimulasi klitoris yang relatif minim, karenanya sering tidak cukup untuk memicu orgasme.

3. Banyaknya stimulasi yang dibutuhkan untuk menginduksi orgasme bervariasi tidak hanya antar individu tetapi juga pada perempuan sama dengan kondisi dan situasi yang berbeda. Bila telah sepenuhnya terangsang, ada perempuan yang bisa mencapai klimaks hanya dengan dua kali gerakan penetrasi ke dalam. Memang, sebagian perempuan mudah dalam mendapatkan orgasme pada situasi apa pun, tetapi banyak pula perempuan yang membutuhkan terlebih dahulu stimulasi klitoral yang panjang dan intens, meskipun mereka telah sepenuhnya terangsang, untuk mencapai klimaks.

Kriteria perempuan yang disebut mengalami gangguan orgasme, sbb:

  1. Perempuan yang mampu mengalami orgasme tetapi hanya terjadi pada posisi dimana ia berada di atas, yaitu posisi yang memungkinkan tekanan dan stimulasi yang besar pada klitoris
  2. Perempuan yang bisa mencapai orgasme hanya bila pasangannya membantu dengan melakukan stimulasi klitoris tambahan secara manual
  3. Perempuan yang mudah mencapai orgasme bahkan bisa mengalami multipel orgasme tetapi hanya bila mereka mendapatkan stimulasi langsung secara oral maupun manual
  4. Perempuan yang membutuhkan stimulasi klitoral yang panjang dan intens untuk mencapai orgasme
  5. Perempuan yang bisa mencapai orgasme pada saat masturbasi, tetapi gagal mengalaminya bila dengan pasangan
  6. Perempuan yang tidak terangsang secara cukup dengan stimulasi manual maupun oral untuk mencapai orgasme sehingga bergantung pada stimulasi yang intens menggunakan alat bantu vibrator
  7. Perempuan (kira-kira 10% dari populasi perempuan) yang sama sekali tidak pernah merasakan orgasme meskipun telah mendapat rangsangan yang cukup.

1 comment:

  1. sy perempuan 28th menikah 4th lalu.sjk awal sy hy bs orgasme jika dirangsang pd klitoris.dinding vag sy tdk bs merasakan nikmat saat intercouse.apa yg hrs sy lakukan?trmksh byk...

    ReplyDelete

Followers