Semua orang pastinya menghendaki sebuah pernikahan yang indah. Banyak tahap dalam persiapan perencanaan sebuah pernikahan, disamping persiapan mental dan materi, salah satunya yang paling berperan penting adalah sektor biologis dari masing-masing pasangan. Dimana seperti kebanyakan tujuan pernikahan pada umumnya, pengharapan perwujudan kehidupan yang harmonis nan bahagia merupakan nyawa dari sebuah penyatuan dua ego.
Sektor biologis yang meliputi aspek kesehatan dari organ produksi pada tiap pasangan ini pun banyak mengambil posisi peranan penting dalam barometer kebahagiaan sebuah rumah tangga. Dengan kata lain, keharmonisan sebuah hubungan sedikit banyak berorientasi pada kehidupan seksualitas.
Tentunya, dalam pengimplementasiannya sektor seksualitas ini mengalami tidak sedikit hambatan. Walau secara prosentase kasus seksuil yang paling banyak ditemui ke permukaan adalah dari sisi para kaum pria, seperti halnya ejakulasi dini, impotensi-disfungsi ereksi, dekadensi kualitas sperma, penyakit menular pada kelamin, dan lain sebagainya. Namun tidak serta merta tidak melulu masalah seksuil yang krusial tersebut dari para kaum pria.
Dalam prakteknya, tidak sedikit masalah disfungsi seksual terjadi juga pada kaum wanita.
Secara individual, seksualitas dipengaruhi faktor keluarga, sosial, hubungan interpersonal dengan pasangan, keyakinan (agama), dan berubah seiring penambahan usia, status mental, dan pengalaman personal.
Secara medis, seksualitas melibatkan proses yang kompleks, diperlukan kerjasama antara sistem saraf, pembuluh darah, dan hormonal.
Kesulitan seksual tidak hanya dialami oleh laki-laki. Keadaan ini tidak jarang juga ditemukan pada kaum wanita. Studi survey populasi yang dilakukan oleh Fugel-Meyer AR. dan Fugel-Meyer K. menemukan sekitar 30-35% wanita berusia 18-70 tahun mengalami kurangnya dorongan seksual selama 1-12 bulan.
Konsep disfungsi seksual pada wanita masih kontroversial, kebanyakan adalah yang diakibatkan oleh faktor biologis. Lembaga The American Psychological Association (APA) mengklasifikasikan masalah seksual pada wanita sebagai gangguan mental: kehilangan keinginan seksual, ketidaknyamanan saat berhubungan, trauma ketika berhubungan seksual, dan ketidakmampuan mencapai orgasme.
Fungsi Seksual Normal Pada Wanita
Siklus respon seksual wanita ditandai oleh perubahan fisiologis dan psikologis yang terdiri dari empat tahap: fase excitement, fase plateu, fase orgasm, dan fase resolution.
- Pada fase excitement atau tahap pertama berawal dapat dipicu dari stimulasi yang berkualitas baik, secara fisik maupun psikologis. Tahap ini terindikasi oleh adanya perubahan emosional dan peningkatan frekuensi detak jantung, frekuensi pernapasan, dan pembengkakan pada vagina disertai lubrikasi akibat peningkatan aliran darah.
- Apabila stimulasi secara konsisten dilanjutkan, maka akan berlanjut ke tahap kedua yang di indikasikan terjadinya pembengkakan vagina, peningkatan frekuensi detak jantung, dan terdapat tarikan otot yang terus meningkat. Hal lainnya seperti payudara membesar, puting payudara mengeras, dan rahim siap menerima penetrasi, pun kesemua hal tersebut adalah termasuk dalam tahap kedua atau fase plateu ini.
- Tahap yang ketiga selanjutnya adalah fase orgasm, dimana melibatkan sinkronisasi vagina, anus, dan kontraksi otot perut, kontrol otot involunter menghilang sehingga menghasilkan peningkatkan perasaan kesenangan.
- Tahap terakhir adalah fase resolusi, dimana pada fase ini melibatkan aliran darah yang mengalir menjauhi vagina, payudara dan puting payudara kembali mengecil, frekuensi detak jantung & frekuensi pernapasan serta volume tekanan darah kembali menurun.
Bagaimana wanita mengalami tahap-tahap tersebut bervariasi; sebagai contoh, ada beberapa wanita yang dapat mencapai tahap orgasme lebih cepat dari normal rata-rata wanita pada umumnya, ada juga beberapa wanita yang melewati fase plateu terlihat datar-datar saja seperti tidak ada reaksi, bahkan terdapat juga beberapa wanita yang memiliki variasi orgasme berulang sebelum mencapai tahap resolusi.
Proses Stimulasi Seksual Wanita
Pada awalnya, wanita bisa saja tidak memiliki keinginan sama sekali untuk melakukan hubungan seksual. Dibutuhkan motivasi meliputi faktor interpersonal dengan pasangan dan faktor psikologis mengenai diri sendiri dan lingkungannya.
Saat seorang wanita bersedia menerima dan menikmati stimulus yang diberikan, dirinya akan menjadi lebih fokus, terlebih bila stimulasi tersebut sesuai dengan keinginannya. Sangat jelas betapa jenis, waktu dan cara stimulasi mempengaruhi keinginan seksual wanita secara bervariasi.
Beberapa responden wanita bahkan mengatakan bahwa keinginan melakukan hubungan seksual juga dapat timbul secara spontan, mengakibatkan antusiasme dalam memberikan ataupun menerima stimulus seksual. Jenis dorongan ini biasanya dipengaruhi oleh siklus menstruasi, berkurang seiring dengan penambahan usia, dan biasanya meningkat saat melakukannya dengan pasangan baru.
Pada gambar bagan di atas, sebagaimana terlampir, pada bagian kotak bagan bagian paling kiri bawah menggambarkan kondisi pada saat awal, dimana pada momentum tersebut belum terdapat adanya dorongan seksual, namun seiringan dengan hal tersebut, sudah terdapat dengan motivasi yang positif.
Wanita memiliki beberapa alasan untuk menyetujui melakukan hubungan seksual, diantaranya yang memainkan peranan penting yakni meliputi:
- Keinginan untuk mengekspresikan cinta.
- Untuk menerima dan membagi kesenangan fisik.
- Untuk merasa lebih dekat secara emosional, membahagiakan pasangan dan untuk meningkatkan keberadaannya sendiri.
Selanjutnya proses perjalanan stimulus seksual wanita berlanjut pada tahap timbulnya keinginan untuk menerima stimulus secara lebih fokus. Stimulus ini diproses dalam pikiran, dipengaruhi oleh faktor biologis dan psikologis. Sebagai hasilnya, timbul dorongan seksual secara subyektif. Stimulasi yang berkesinambungan menghasilkan dorongan yang lebih besar sehingga mampu memicu timbulnya keinginan untuk melakukan hubungan seks lebih lanjut.
Kepuasan seksual, dengan ataupun tanpa orgasme, dapat tercapai apabila stimulasi diberikan dalam waktu cukup lama dan wanita yang menerimanya dapat tetap fokus pada stimulus tersebut tanpa adanya intervensi yang berarti. Secara tidak langsung, wanita dapat menikmati stimulasi tersebut tanpa efek negatif seperti halnya sensasi rasa sakit. (Modifikasi Basson 2001, dipublikasikan dengan izin American College of Obstetricians and Gynecologists).
Sebelum pembahasan ini menjabarkan lebih jauh, perlu sekiranya untuk mengetahui latar belakang apa itu definisi dari disfungsi seksual pada wanita.
Definisi konvensional disfungsi seksual acapkali dikaitkan dengan keinginan, pikiran, dan fantasi seksual. Namun setelah diadakan penelaahan lebih mendalam untuk mengkaji secara komprehensif kasus disfungsi seksual pada wanita, definisi tesebut kini telah berkembang.
The American Academy of Family Physician (AAFP) mengklasifikasikan penyebab faktor disfungsi seksual pada wanita menjadi:
- Gangguan keinginan, gangguan stimulasi.
- Gangguan orgasme.
- Dan gangguan nyeri seksual (termasuk di dalamnya rasa nyeri saat melakukan hubungan seksual atau akibat vaginismus.
Keempat faktor kondisi tersebut saling mempengaruhi satu sama lain, seperti terlihat dalam diagram berikut:
Untuk mengeksplorasi masalah yang mendasari terjadinya disfungsi seksual pada wanita, perlu ditinjau masing-masing dari sudut psikologis dan medis yang dapat mempengaruhi. Diantaranya adalah:
Faktor Psikologis :
- Konflik intrapersonal meliputi:
Keyakinan yang bersifat tabu, merasa terasing, konflik identitas seksual, rasa bersalah (misalnya pada janda dengan pasangan baru).
- Faktor sejarah meliputi:
Pengalaman dilecehkan (seksual, verbal, fisik), perkosaan, belum pernah mendapat pengalaman seksual.
- Konflik interpersonal meliputi:
Konflik hubungan, perselingkuhan, baru saja mengalami pelecehan secara fisik, verbal atau seksual, libido seksual, perbedaan keinginan dengan pasangan, kurangnya komunikasi seksual.
- Faktor Depresi dalam hidup / Stress meliputi:
Kondisi keuangan, keluarga atau masalah pekerjaan, penyakit atau kematian anggota keluarga, depresi.
Faktor Medis :
- Faktor fisiologis meliputi:
Menjelang masa menopause, terjadi perubahan pada organ-organ yang terlibat dalam penerimaan stimulasi seksual.
- Kondisi kulit meliputi:
Penurunan aktivitas kelenjar keringat dan kelenjar minyak, penurunan sensasi raba.
- Kondisi payudara meliputi:
Penurunan lemak, kurang optimalnya pembengkakan payudara dan ereksi puting payudara sebagai respon terhadap stimulasi seksual.
- Vagina
Vagina yang memendek dan yang kehilangan elastisitasnya. Sekresi fisiologis (lubrikasi) berkurang. Peningkatan pH vagina dari 3,5 menjadi 4,5 hingga > 5, penipisan lapisan luar (epitel) dinding vagina.
- Organ reproduksi bagian dalam
Kandung telur (ovarium) dan saluran telur (tuba faloppi) mengecil, folikel ovarium tidak tumbuh dan berkembang, terbentuk jaringan parut/skar pada ovarium, berat rahim menurun 30-50%, leher rahim mengecil, dan penurunan produksi lendir.
- Kandung kemih
Segitiga uretra dan kandung kemih mengecil.
Patologis (penyakit) :
Selain faktor fisiologis, disfungsi seksual juga dapat terjadi karena faktor patologis:
- Peradangan pada vagina
- Peradangan kandung kemih
- Endometriosis (biasa ditandai dengan nyeri haid hebat)
- Hipotiroid (kadar hormone tiroid rendah)
- Diabetes mellitus (DM)
- Multiple sclerosis
- Muscular dystrophy
- Tindakan pembedahan yang menimbulkan keluhan nyeri saat berhubungan seksual: pengangkatan rahim, pengangkatan payudara, luka sayatan saat persalinan.
- Kelainan lain pada organ seksual (massa/tumor, infeksi, atrofi, jaringan parut, dsb).
Terdapat juga obat-obatan tertentu yang dalam dosis tertentu dapat mengakibatkan disfungsi seksual, yaitu:
- Kontrasepsi oral
- Antihipertensi
- Antidepressant
- Obat penenang
Selain penjabaran faktor-faktor di atas, masih ada beberapa faktor yang mampu mengakibatkan disfungsi ereksi, seperti halnya mengonsumsi alkohol dan rokok yang juga dapat menyebabkan gangguan pada fungsi seksual normal.
Namun disamping penjabaran faktor-faktor diatas, masih diperlukan proses diagnosa yang memerlukan peran dokter untuk memperoleh informasi secara mendetil mengenai gangguan-gangguan yang dialami, serta guna mengidentifikasi kondisi medis atau ginekologis untuk mecari informasi faktor yang menyebabkan disfungsi ereksi pada tubuh dan tidak ketinggalan untuk menggali faktor psikososial.
Untuk menentukan terapi yang sesuai, perlu diketahui terlebih dahulu masalah yang mendasari terjadinya disfungsi seksual tersebut.
Beberapa wanita menganggap disfungsi seksual adalah hilangnya ketertarikan melakukan hubungan seksual (libido rendah) dan ketidakmampuan mencapai orgasme. Beberapa merasa tidak puas karena merasa pasangannya tidak memahami keinginandan cara melakukan stimulasi. Namun ada yang memerlukan terapi khusus karena alasan medis.
Apa yang dapat dilakukan?
Sebagai langkah awal, pasangan seksual dengan wanita yang memiliki disfungsi seksual dapat melakukan hal-hal dibawah ini:
- Mencari pengetahuan & informasi yang cukup mengenai anatomi normal, fungsi seksual, dan factor-faktor yang mempengaruhi (misal dari media cetak dan elektronik atau konsultasi langsung dengan dokter).
- Mendiskusikan dengan pasangan mengenai kemungkinan masalah yang mendasari pemicu hal tersebut.
- Melatih penerimaan stimulasi dengan cara menggunakan materi-materi yang merangsang (video, buku), dengan masturbasi yang terkendali, komunikasi selama aktivitas seksual, mendiskusikan variasi baru dalam melakukan hubungan seksual dengan pasangan, menetapkan jadwal waktu untuk melakukan aktivitas seksual. Penggunaan vibrator untuk membantu mengatasi kekeringan vagina.
- Mengajarkan teknik pengalihan perhatian. Dengan cara berfantasi yang dapat memicu timbulnya gairah seksual, melakukan kontraksi dan relaksasi otot panggul (sama seperti latihan senam Kegel), menggunakan latar belakang music, video atau televisi saat melakukan aktivitas seksual.
- Mendorong penderita melakukan perilaku di luar hubungan intim yang dapat menimbulkan dorongan seksual. Dengan cara melakukan pijatan sensual, latihan fokus sensasi (pijatan sensual tanpa keterlibatan daerah seksual, dimana saat menerima pijatan, pasangan yang dipijat memberikan respon yang menunjukkan rasa nyaman dan komunikasi antar pasangan), stimulasi oral atau non-koitus, dengan ataupun tanpa orgasme.
- Meminimalisir rasa sakit saat melakukan hubungan seksual (dispareunia).
Superfisial (dangkal): menggunakan lidokain topical atau mandi air hangat sebelum melakukan hubungan intim.
Vaginal: sama seperti dispareunia superficial namun dengan penambahan lubrikan.
Dalam: perubahan posisi, obat antiinflamasi non-steroid sebelum melakukan hubungan intim.
Selain itu, terdapat beberapa penerapan terapi medikal yang sedikit banyak mampu membantu solusi disfungsi ereksi pada wanita. Beberapa terapi medis yang dapat dilakukan ialah:
- Terapi pengganti hormon estrogen, terapi ini dapat membantu pada masalah kekeringan vagina, nyeri dan kurangnya sensasi stimulasi.
- Terapi testosterone pada wanita dengan kadar testosterone rendah. Namun terapi medis ini dapat mengundang efek samping seperti halnya suara merendah, penumbuhan rambut dan jerawat.
- Penggunaan obat vasoaktif (semacam obat yang mengandung zat sildenafil sitrat), dapat meningkatkan bendungan aliran darah balik pada klitoris.
- Agonis adrenoceptor (seperti phentolamine dan yohimbine), dapat membantu pelebaran pembuluh darah. Dengan melebarnya pembuluh darah, maka dapat membantu melancarkan aliran darah ke vagina dan klitoris ketika proses stimulasi berlangsung sehingga meningkatkan bendungan aliran darah balik klitoris.
- Terapi dengan alat klitoral EROS (EROS-CTD), telah diakui oleh Food and Drug Administration (FDA); pompa vakum kecil, ditempatkan di atas klitoris dan secara perlahan diaktifkan, menciptakan efek menghisap perlahan untuk meningkatkan aliran darah ke daerah tersebut, yang pada akhirnya membantu stimulasi.
Namun terlepas dari berbagai kiat penanggulangan sederhana serta penerapan terapi-terapi yang telah dijabarkan diatas, untuk gangguan yang menetap, masih diperlukan peran dokter dalam mengevaluasi setiap faktor ginekologis, hormonal, neurologis, anatomis, dan serta atau pengobatan tertentu secara hati-hati dan seksama. Dengan demikian dapat ditentukan terapi yang sesuai
lengkap... kap.. kap... sm pelatihannya dok dimasukin.. hehehehe
ReplyDeleteThanks atas komentarnya. Semoga bisa membantu... :)
ReplyDelete