KOMPAS.com - Jika menyebut gangguan fungsi seksual, biasanya kita langsung menunjuk laki-laki. Obat kuat yang beredar di pasaran, mulai apotek ternama hingga warung gerobak di pinggir jalan, diperuntukkan bagi kaum laki-laki. Kita belum pernah mendengar obat kuat untuk perempuan. Kemungkinan karena sedikit yang tahu perempuan bisa mengalami gangguan seksual seperti halnya pria.
Padahal, faktanya berbalik 180 derajat. Angka disfungsi seksual perempuan justru lebih banyak daripada pria. Ini dibuktikan lewat beberapa penelitian. Salah satunya dimuat dalam Journal American Medical Association (JAMA) yang mengatakan, angka terganggunya fungsi aktivitas seksual pada perempuan mencapai 43% berbanding 31% pada laki-laki. Di Indonesia, hasil survei Subbagian Urologi FKUI/RSCM pada 2001 terhadap 560 responden perempuan, sebanyak 84%-nya mengalami gangguan seksual. Penelitian tersebut memerlukan pendalaman lebih lanjut, karena boleh jadi angkanya lebih tinggi.
Tingginya angka tersebut, menurut dr. Nuke Febriana, konsultan On Clinic Women Jakarta, karena seks masih dianggap tabu oleh sebagian besar kaum perempuan di tanah air. Anggapan tidak etis, memalukan, jorok, dan ungkapan negatif lainnya akan melekat pada perempuan yang membicarakan masalah seksualnya. Selain itu, banyak perempuan menganggap seks bukan kebutuhan primernya. Tidak heran banyak perempuan yang mengalami gangguan seksual memilih memendam masalahnya dalam-dalam. Padahal, masalah seksual dapat merembet menjadi masalah rumah tangga.
Itulah mengapa, perempuan sebaiknya mau mengakui seks sebagai kebutuhan dasar atau primer manusia dewasa. Saat melakukan seks dan mencapai orgasme, tubuh mengeluarkan endorfin, yaitu sejenis morfin internal tubuh yang memberi efek relaksasi, menurunkan tingkat stres, mempertahankan kemudaan, vitalitas, kesegaran, bahkan menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke.
Mengenal disfungsi seksual
Disfungsi seksual perempuan memang berbeda dari apa yang dialami laki-laki. Saat organ vital laki-laki tidak dapat "berdiri", begitu mudahnya kita mengatakan laki-laki itu mengalami impotensi (disfungsi seksual). Nah, pada perempuan beda. Bisa jadi organ seksualnya berfungsi, tetapi secara medis dia mengalami disfungsi seksual. Selain itu, pada laki-laki, pengertian antara libido dan hasrat cukup tipis dan sulit dibedakan. Ini berbeda jika istilah itu diterapkan pada perempuan.
Untuk membahas lebih lanjut, mari kita ketahui empat jenis gangguan seksual yang biasa dialami perempuan, yaitu:
1. Desire Disorder (Gangguan Hasrat)
Dibagi menjadi dua, yang ringan yaitu HSDD (hypoactive sexual desire disorder) atau menurunnya gairah bercinta. Fantasi dan minat terhadap aktivitas seksual menurun atau menghilang. Hal ini bisa dialami perempuan pascamelahirkan karena misalnya mengalami baby blues syndrome, kelelahan fisik yang berlebihan karena mengasuh bayi, juga karena produksi hormon yang belum normal sehingga terjadi fluktuasi peredaran darah.
Yang kedua adalah sexual aversion disorder, yaitu menolak melakukan seks lantaran mengalami trauma atau takut. Penyebab lainnya, hubungan rumah tangga yang tidak harmonis, seperti perasaan tertekan oleh suami karena sering dimarahi, direndahkan, atau suami selingkuh. Beberapa obat-obatan tertentu yang digunakan dalam pengobatan hipertensi, kejang, dan lainnya diduga dapat menurunkan libido perempuan.
2. Arrousal Disorder (Gangguan Libido)
Bisa juga dikatakan sebagai gangguan rangsang. Anda tidak menolak saat diajak berintim-intim, tetapi selama kegiatan itu dilakukan Anda sulit terangsang. Terangsang tidaknya perempuan ditandai dengan ciri subjektif dan objektif. Subjektif ditandai dengan perempuan yang merasa, "Saya bergairah, saya senang, dan lain-lain." Sedangkan ciri objektif ditandai dengan respons fisik seperti jantung berdebar-debar, muka kemerahan, nafas menggebu, dan ciri yang paling utama adalah basahnya vagina. Adanya gangguan ini biasanya ditandai dengan vagina yang tetap kering meskipun stimulus ada.
3. Orgasmic Disorder (Gangguan Orgasme)
Gangguan ini dibedakan menjadi disorgasmia (sulit mencapai klimaks) dan anorgasmia (tidak pernah orgasme). Cedera tulang belakang bagian bawah bisa menyebabkan gangguan orgasme pada perempuan. Di bagian itu terdapat jaringan saraf yang dapat memberikan sensasi orgasme. Penyebab sulit orgasme lainnya bisa jadi karena masalah psikis, trauma, kurangnya fore play, dan lain-lain.
4. Gangguan Nyeri
Gangguan nyeri yang bisa dialami di antaranya dispareunia, sebuah gangguan yang umum dialami ibu pascamelahirkan. Gangguan yang dapat memicu nyeri lainnya antara lain adanya tumor, trauma, alat kontrasepsi di vagina, dan vaginismus (kontraksi yang menyebabkan liang vagina menyempit sehingga tidak memungkinkan terjadinya penetrasi), dan lain-lain.
Terapi tergantung penyebabnya
Terapi disfungsi seksual akan dilakukan berdasarkan penyebabnya. Biasanya terapi merupakan kombinasi antara konseling dan obat-obatan. Dalam konseling akan dicari akar permasalahan yang menjadi pemicu gangguan psikis. Tentu saja Anda harus jujur menjawab pertanyaan seputar hubungan dengan pasangan dan wawasan seksual.
Obat-obatan yang dipakai jika terdapat gangguan fisik yang berhubungan dengan organ seksual. Tujuannya melancarkan aliran darah agar hasrat dan libido kembali normal. Upaya lain yang biasanya dilakukan adalah mengobati penyakit yang mengganggu fungsi seksual (jika ada) dan tentu saja menerapkan pola hidup sehat.
Kapan Anda harus berkonsultasi pada para ahli? "Berkonsultasilah jika gangguan seksual sudah terjadi secara berulang, ada perasaan tertekan, atau hubungan seksual yang dijalani tidak lagi dirasa memuaskan," ungkap Nuke.
Ia pun mengingatkan, gangguan seksual seseorang akan berpengaruh pada kemampuan seksual pasangannya. Hubungan tak harmonis dapat menyebabkan hilang hasrat, akibatnya gairah pun padam, dan orgasme tidak didapatkan. Sebaliknya, kesulitan orgasme bisa menurunkan libido pasangan, yang ujung-ujungnya membuat hubungan dengan pasangan tidak harmonis. Sudah saatnya Anda peduli pada kesehatan seksual Anda.
No comments:
Post a Comment